SEJARAH WALISONGO LENGKAP

- Maulana
Malik Ibrahim, berasal dari Turki ahli mengatur negara.
Berdakwah di Jawa bagian timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419
M. Makamnya terletak satu kilometer dari sebelah utara pabrik
Semen Gresik.
- Maulana
Ishak berasal dari Samarqand (dekat Bukhara-Rusia Selatan).
Beliau ahli pengobatan. Setelah tugasnya di Jawa selesai Maulana
Ishak pindah ke Pasai dan wafat di sana.
- Maulana
Ahmad Jumadil Kubra, berasal dari Mesir. Beliau berdakwah
keliling. Makamnya di Troloyo Trowulan, Mojokerto Jawa Timur.
- Maulana
Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maghrib (Maroko), beliau
berdakwah keliling. Wafat tahun 1465 M. Makamnya di Jatinom
Klaten, Jawa Tengah.
- Maulana Malik Isroil berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Wafat tahun 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
- Maulana Muhammad Ali Akbar, berasal dari Persia (Iran). Ahli pengobatan. Wafat 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
- Maulana
Hasanuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat
pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
- Maulana
Alayuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada
tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
- Syekh
Subakir, berasal dari Persia, ahli menumbali (metode rukyah)
tanah angker yang dihuni jin-jin jahat tukang menyesatkan
manusia. Setelah para Jin tadi menyingkir dan lalu tanah yang
telah netral dijadikan pesantren. Setelah banyak tempat yang ditumbali
(dengan Rajah Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke Persia
pada tahun 1462 M dan wafat di sana. Salah seorang pengikut atau
sahabat Syekh Subakir tersebut ada di sebelah utara Pemandian
Blitar, Jawa Timur. Disana ada peninggalan Syekh Subakir berupa
sajadah yang terbuat dari batu kuno.
- Raden
Ahmad Ali Rahmatullah, datang ke Jawa pada tahun 1421 M
menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M. Raden
Ahmad berasal dari Cempa, Muangthai Selatan (Thailand Selatan).
- Sayyid
Ja’far Shodiq berasal dari Palestina, datang di Jawa tahun 1436
menggantikan Malik Isro’il yang wafat pada tahun 1435 M. Beliau
tinggal di Kudus sehingga dikenal dengan Sunan Kudus.
- Syarif
Hidayatullah, berasal dari Palestina. Datang di Jawa pada tahun
1436 M. Menggantikan Maulana Ali Akbar yang wafat tahun 1435 M.
Sidang walisongo yang kedua ini diadakan di Ampel Surabaya.
- Raden
Paku atau Syekh Maulana Ainul Yaqin kelahiran Blambangan Jawa
Timur. Putra dari Syekh Maulana Ishak dengan putri Kerajaan
Blambangan bernama Dewi Sekardadu atau Dewi Kasiyan. Raden Paku
ini menggantikan kedudukan ayahnya yang telah pindah ke negeri
Pasai. Karena Raden Paku tinggal di Giri maka beliau lebih terkenal
dengan sebutan Sunan Giri. Makamnya terletak di Gresik Jawa Timur.
- Raden
Said, atau Sunan Kalijaga, kelahiran Tuban Jawa Timur. Beliau
adalah putra Adipati Wilatikta yang berkedudukan di Tuban. Sunan
Kalijaga menggantikan Syekh Subakir yang kembali ke Persia.
- Raden
Makdum Ibrahim, atau Sunan Bonang, lahir di Ampel Surabaya.
Beliau adalah putra Sunan Ampel, Sunan Bonang menggantikan
kedudukan Maulana Hasanuddin yang wafat pada tahun 1462. Sidang
Walisongo yang ketiga ini juga berlangsung di Ampel Surabaya.
- Raden atau Raden Fattah (Raden Patah)
Raden Patah adalah murid Sunan Ampel, beliau adalah putra Raja
Brawijaya Majapahit. Beliau diangkat sebagai Adipati Bintoro pada
tahun 1462 M. Kemudian membangun Masjid Demak pada tahun 1465 dan
dinobatkan sebagai Raja atau Sultan Demak pada tahun 1468.
- Fathullah
Khan, putra Sunan Gunungjati, beliau dipilih sebagai anggota
Walisongo menggantikan ayahnya yang telah berusia lanjut.
Sesepuh Walisongo
Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat
sebagai sesepuh Walisongo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se
Tanah Jawa. Beberapa murid dan putra Sunan Ampel sendiri juga menjadi
anggota Walisongo, mereka adalah: Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan
Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kota atau Raden Patah, Sunan
Kudus, Sunan Gunungjati.
Di muka
telah disebutkan, bahwa hanya dalam tempo waktu tiga tahun Sunan Giri
berhasil mengelola Pesantrennya hingga namanya terkenal ke seluruh
Nusantara. Menurut Dr. HJ. De Graaf, sesudah pulang dari
pengembaraannya atau berguru ke negeri Pasai, ia memperkenalkan diri
kepada dunia, kemudian berkedudukan di atas bukit di Gresik, dan ia
menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang
ada. Di atas gunung tersebut seharusnya ada istana karena di kalangan
masyarakat dibicarakan adanya Giri Kedaton (kerajaan Giri). Murid-murid
Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura,
Lombok, Makasar, Hitu, dan Ternate. Demikian menurut De Graaf.
Aneh,
seketika kepala Ki Sambangdalan berubah menjadi kepala seekor domba
atau kambing. Tapi ia tidak menyadarinya. Ia terus mengukuti kemana Ki
Pandhanarang pergi. Suatu ketika keduanya sampai di tepi sungai.
Melihat air Ki Sambangdalan merasa risih, ia takut terkena basah, lalu
ia melihat bayangannya sendiri di air jernih maka menjeritlah ia. “Waduuuuhhh! Ampuuuuuuun, mengapa kepalaku berubah menjadi domba??”. “Itu karena kesalahanmu sendiri”, ujar Ki Pandhanarang. “Kembalikan ujud kepalaku seperti semula…”,
pinta Ki Sambangdalan. Ki Pandhanarang tidak menjawab. Ki
Sambangdalan menjadi takut, maka ia terus ikut kemanapun Ki
Pandhanarang pergi. Perjalanan pun sampai di tempat tujuan, yaitu
Gunung Jabalkat. Tapi pada saat itu Sunan Kalijaga sedang berdakwah ke
luar daerah. Ki Pandhanarang berujar bahwa jika Ki Sambangdalan ingin
menjadi manusia normal kembali, maka ia harus bertirakat dan
bertobat. Untuk menebus dosanya Ki Sambangdalan harus mengisi jun
(padasan) dengan air dibawah bukit. Jun itu tidak tertutup sehingga
apabila Ki Sambangdalan sampai di atas bukit airnya sudah habis. Tapi
karena ingin kepalanya kembali seperti semula maka ia tidak putus asa,
tiap hari dilakukannya pekerjaan itu sambil beristighfar, tobat minta
ampun kepada Tuhan.
- Membiarkan
dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang sukar diubah.
Mereka sepakat untuk tidak mempergunakan jalan kekerasan atau
radikal menghadapi masyarakat yang demikian.
- Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah dirubah maka segera dihilangkan.
- Tut
Wuri Handayani, artinya mengikuti dari belakang terhadap kelakuan
dan adat rakyat tetapi diusahakan untuk dapat mempengaruhi
sedikit demi sedikit dan menerapkan prinsip Tut Wuri Hangiseni,
artinya mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran agama
Islam.
- Menghindarkan
konfrontasi secara langsung atau secara keras di dalam cara
menyiarkan agama Islam. Dengan prinsip mengambil ikan tetapi
tidak mengeruhkan airnya.
- Pada
akhirnya boleh saja merubah dan kepercayaan masyarakat yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi dengan prinsip tidak
menghalau masyarakat dari umat Islam. Kalangan umat Islam yang
sudah tebal imannya harus berusaha menarik simpati masyarakat non
muslim agar mau mendekat dan tertarik pada ajaran Islam. Hal itu tak
bisa mereka lakukan kecuali melaksanakan ajaran Islam. Hal itu tak
bisa mereka lakukan kecuali melaksanakan ajaran Islam secara
konsekuen. Sebab dengan melaksanakan ajaran Islam secara lengkap
otomatis tingkah laku dan gerak gerik mereka sudah merupakan
dakwah nyata yang dapat memikat masyarakat non muslim.
Sementara
itu Puteri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke Pulau Jawa.
Sampai di Cirebon dia mencari Sunan Gunungjati. Tapi Sunan Gunungjati
sedang berada di Luragung. Puteri itu pun menyusulnya. Pernikahan
antara Puteri Ong Tien dengan Sunan Gunungjati terjadi pada tahun 1481,
tapi sayang pada tahun 1485 Puteri Ong Tien meninggal dunia. Maka
jika anda berkunjung ke makam Sunan Gunungjati di Cirebon janganlah
anda merasa heran, di sana banyak ornamen Cina dan nuansa-nuansa Cina
lainnya. Memang ornamen dan barang-barang antik itu berasal dari Cina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar